Senin, 06 Mei 2013

Bahasa dan Budaya



Parlemen Ukraina kembali baku hantam saat sidang, alasannya penggunaan bahasa persatuan, Bahasa Ukraina atau Bahasa Rusia?
Peristiwa memalukan itu kembali terjadi di salah satu negeri pecahan Uni Soviet, Ukraina. Alasannya hanya karena pemilihan bahasa persatuan, Bahasa Rusia atau Bahasa Ukraina. Sebagian kelompok menganggap Bahasa Rusia yang harus digunakan karena merupakan bahasa lama dan dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Di pihak lain, katanya, menggunakan Bahasa Rusia merupakan penghianatan terhadap Ukraina, maka Bahasa Ukraina jauh lebih baik dijadikan Bahasa Nasional Ukraina.
Bukan hanya di Ukraina, berbagai negara di dunia yang memiliki lebih dari satu suku bangsa maka akan mempunyai juga berbagai bahasa daerah, pasti akan mengalami hal serupa. Kita lihat di Singapura, di sana memiliki bahasa nasional yang lebih dari satu seperti Mandarin, Inggris, Melayu, dan Tamil. Filipina dengan Bahasa Tagalog dan Bahasa Inggris. Itu semua karena banyaknya suku bangsa yang menghuni negara tersebut dan mereka ingin bahasanya diakui. Setiap suku bangsa memiliki bahasa yang masing-masing berbeda. Jangankan antarsuku bangsa yang jelas-jelas memiliki perbedaan, satu suku bangsa pun ada yang memiliki bahasa daerah yang  berbeda. Itu semua tergantung lokasinya, seperti Suku Jawa, Jawa, bagian timur berbeda dengan bagian selatan seperti Bahasa Jawa yang digunakan masyarakat Solo dan Yogyakarta akan berbeda dengan Bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Surabaya ataupun Banyumas. 
Bahasa merupakan lambang atau identitas suatu bangsa dan merupakan bagian dari kebudayaan suatu daerah. Jika sebuah negara mempunyai suku bangsa lebih dari satu maka ia pun akan mempunyai bahasa daerah yang lebih dari satu pula. Dan tak terelakkan lagi, pasti akan ada persaingan, bahasa mana yang akan di pakai sebagai bahasa nasional. Bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Jauh lebih banyak dibandingkan Negara-negara lain di dunia. Mengapa Indonesia hanya mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan? Apakah dahulu ada protes dari orang Jawa atau orang Sunda yang merupakan populasi suku bangsa terbesar di Indonesia? Jika kita belajar tentang sejarah Bahasa Indonesia pasti kita tahu sejerah peresmian Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Budaya Berbahasa
Semua orang di dunia heran dengan Indonesia. Aneh katanya. Negara yang mempunyai lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa namun hanya menjunjung tinggi satu bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Itu karena budaya masyarakat kita dulu yang mengutamakan persatuan dan kesatuan. Leluhur kita tidak mementingkan golongan seperti yang kita ketahui sekarang ini. Jika leluhur kita sama seperti kita sekarang ini, yang lebih mementingkan kelompok, mungkin orang Jawa dan orang Sunda akan bentrok karena bahasa mereka sangat mendominasi di Tanah Air dibandingkan yang lain.
Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa pesatuan Bahasa Indonesia karena di dalamnya tidak memiliki kasta penggunaan. Seperti Bahasa Jawa yang memiliki tiga tataran seperti krama inggil, krama madya, dan ngoko. Selain itu Bahasa Melayu juga mudah dimengerti dan mudah dipelajari. Serta Bahasa Melayu merupakan bahasa keseharian yang pernah dipakai pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Namun Bahasa Indonesia yang ada saat ini tidak serta merta mengadopsi dari Bahasa Melayu saja, melainkan banyak pula penambahan dari bahasa asing sehingga jika kita bandingkan Bahasa Malaysia yang sama-sama dari Bahasa Melayu memiliki perbedaan yang sangat mencolok.
Budaya orang kita yang tidak percaya diri dalam bertutur kata tidak terjadi saat ini saja. Dari dulu pun demikian. Tak heran jika di dalam Bahasa Indonesia yang ada saat ini banyak terdapat kata serapan dari bahasa asing seperti kata kursi, madrasah, kertas yang diambil dari bahasa Arab. Kata gereja dari Bahasa Portugis, dsb. Itu semua terjadi karena masyarakat kita dari dulu yang tak ingin dibilang katrok oleh masyarakat sekitar dan ingin dipandang hebat. Tak heran jika kata download, update, upload sepuluh tahun yang akan datang mungkin masuk dan diakui ke dalam Bahasa Indonesia menjadi donlod, aplod, apdet, dsb.
Budaya masyarakat kita yang senang menggunakan bahasa asing baik dalam dunia pendidikan, pergaulan dan juga keseharian membuat kita semakin prihatin. Betapa tidak? Negara-negara di dunia kagum dengan Bahasa Indonesia karena mampu mengikat masyarakatnya yang beragam menjadi satu kesatuan yang harmonis tetapi masyarakatnya malu menggunakan Bahasa Indonesia itu sendiri. Kita ambil contoh, nama-nama perumahan yang ada sekarang ini lebih banyak menggunakan bahasa asing seperti Green Lake City, Diamond Paradise, Bali View, dsb. Dalam dunia pendidikan juga demikian, kita ambil contoh di sekolah-sekolah yang mengatasnamakan Sekolah Bertaraf Internasional yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pembelajaran.
Budaya anak muda sekarang lebih parah lagi, mengacaukan bahasa. Mereka yang disebut anak lebai (alay). Budaya ingin diperhatikan orang banyak membuat mereka harus tampil beda, dari segi kelakuan hingga tutur kata. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Indonesia yang sudah dimodif sedemikian rupa, seperti kata serius menjadi ciyus, semangat menjadi cemungud, dsb, akan menjadi apa bahasa kita di kemudian hari?
Kita sebagai orang Indonesia asli wajib melanggengkan kemerdekaan yang sudah diwariskan leluhur. Kita wajib menjaga budaya kita, jangan sampai direbut kembali oleh negara lain. Kita orang Indonesia wajib mencintai Budaya dan Bahasa Indonesia. Kalau bukan kita siapa lagi? Budayakan malu menggunakan bahasa asing. Belajar bahasa asing itu perlu, tapi untuk mengharumkan nama bangsa di kancah Inetarnasional bukan malah merendahkan martabat bangsa. Dari Indonesia untuk Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar