Kamis, 12 Juni 2014

Semiologi Rolland Barthes



Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan hubungannya. Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda (Pari, 1994:25; Noor, 2004:83). Menurut Munaf, Semiotik adalah pengetahuan tentang tanda. Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Noor, 2005:83). Semiotik adalah ilmu yang khusus mempelajari tentang tanda. Semiotik adalah teori yang berasal dari teori bahasa, namun memiliki keandalan sebagai metode analisis untuk mengkaji tanda (Istanto, 2005:113). Menurut Zoest semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Istanto, 2005:114). Sedangkan menurut Piliang, semiotik adalah ilmu tentang tanda dan kode-kodenya serta penggunaannya dalam masyarakat (Piliang, 2010:21). Jadi, dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda dan penggunaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Menurut Pierce, apapun dapat menjadi tanda. Tidak hanya benda fisik, pemikiran pun dapat menjadi tanda. Apapun dapat menjadi tanda jika berfungsi sebagai tanda (dalam konteks pasti) yang merepresentasikan objek dan menentukan interpretan. Objek yang sama dapat berfungsi menjadi tanda yang berbeda, karena suatu objek dapat diidentifikasikan bermakna (berarti) menurut fungsi pengertiannya atau sesuai dengan konteksnya. Objek dikatakan berfungsi sebagai tanda, dapat dilihat dalam dua hal yaitu :
1.      Objek yang pada waktu dan tempat, secara aktual berfungsi sebagai tanda (dalam konteksnya).
2.      Objek secara khusus berfungsi sebagai tanda (dalam konteksnya).
Sedangkan menurut John Fiske, terdapat tiga hal penting dalam memahami semiotik, yaitu :
1.      Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya.
2.      Kode atau sistem di mana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan.
3.      Kebudayaan di mana kode lambang itu beroperasi.

Dalam semiotik, tokoh yang terkenal antara lain Charles Sanders Pierce dan Ferdinand de Saussure. Mereka berdua dikenal sebagai bapak semiotik modern. Ferdinand de Saussure adalah ahli linguistik modern. Dasar pemikiran Saussure mengenai semiotik adalah bahwa bahasa harus dipelajari sebagai suatu sistem tanda tetapi bahasa bukan merupakan satu-satunya tanda. Atas dasar itu, Sasussure menyatakan bahwa ilmu bahasa sebagai studi tentang jenis tanda mendapat tempat di dalam ilmu tanda (Noor, 2005:83). Menurutnya Semiotik merupakan ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda dalam masyarakat[1]. Saussure mengenalkan teori semiotiknya dengan istilah semiologi, sedangkan Peirce mengenalkan teori semiotiknya dengan istilah semiotik.
Charles Sanders Peirce dalam Istanto (2005:114), ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam semiotik modern Amerika, menegaskan bahwa manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda, manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda, karena manusia itu sendiri adalah Homo Semioticus (Munaf,2001:67). Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar rupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah obyek-obyek yang dilukiskan, seperti obyek manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal-hal lain yang bersifat abstrak lainnya. Pierce memusatkan perhatiannya pada berfungsinya tanda secara umum. Meskipun ia memberi tempat yang penting bagi tanda-tanda linguistik tapi ia tidak mengutamakannya. Hal yang berlaku bagi tanda pada umumnya berlaku pula bagi tanda linguistik dan tidak sebaliknya (Sudjiman, 1992:1-2). Bagi Pierce, tanda mempunyai sifat representatif (Denotatum), sifat interpretatif (Interpretant) dan tanda yang menopang tanda (Ground). Hubungan antara tanda dan acuannya (Denotatum) dapat dibedakan atas ikon (kemiripan :foto, patung), indeks (kedekatan, eksistensi) dan simbol (konvensi). Setiap interpretant selalu menjadi tanda baru sehingga terjadi rangkaian tanda secara terus menerus (Noor, 2004:82-83). Simbol dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang membawa arti tertentu yang dikenal oleh setiap individu yang memiliki budaya/tatanan ide yang sama. Menurutnya Semiotik adalah ilmu, bagian dari logika yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan manusia dan alam.
Menurut Pierce (Pari, 1994:26), fungsi semiotik adalah menjadikan kita lebih menyadari apa-apa yang kita dan orang lain percayai, tentang suatu “Kebiasaan” dan “Kepercayaan” yang mendasari pemikiran dan perilaku manusia, karena tidak percaya segala sesuatu tetapi seringkali kita sangat tidak menyadari hal tersebut.
Saussure memilah tanda (Sign) menjadi dua elemen yaitu antara penanda (Signifier) dengan petanda (yang ditandai atau signified). Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca (suara, bunyi, huruf, bentuk, gambar atau gerak). Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa.
Menurut Hoed, semiotik memiliki dua aliran yaitu, Semiotika Struktural dan Semiotika Pragmatik. Semiotika Struktural yaitu semiotik yang dibawa oleh Saussure (semiologi), yakni semiotik terdiri atas penanda dan petanda seperti yang diterangkan di atas atau yang lebih dikenal dengan istilah Diadik. Sedangkan Semiotika Pragmatik dibawa oleh Pierce, di mana ia mengemukakan bahwa tanda adalah hasil proses semiosis; proses kognitif. Baginya Suatu tanda mewakili sesuatu yang lain.

Semiotik Roland Barthes
Roland Barthes merupakan seorang tokoh filsuf, tokoh kritikus sastra dan pemikir strukturalis serta Semiolog Prancis yang paling eskplisit meneruskan semiologi Ferdinand de Saussure. Ia mengembangkan teori penanda (Signifier) dan petanda (Signified) menjadi lebih dinamis. Ia merupakan tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 1970-an (Sobur, 2004 : 63).
Menurut Barthes, sebuah tanda tidak berhenti pada dua elemen pembentuknya saja, yakni Signifier dan Signified. Elaborasi lebih lanjut dari dua elemen tanda model Saussure dilakukan oleh Barthes ke dalam dua tingkatan Signification. Tingkatan pertama adalah hubungan antara Signifier dan Signified itu sendiri terhadap relasinya, disebut denotasi atau makna sebenarnya. Tingkatan kedua adalah konotasi dan mitos. Kedua elemen pada tingkatan kedua tersebut dipengaruhi oleh interpretasi budaya, sehingga konteks di mana tanda tersebut dilahirkan berguna dalam melihat tingkatan yang kedua. Bentuk pertama tingkatan kedua adalah konotatif. Konotatif adalah makna yang hanya dapat dipahami oleh suatu masyarakat dengan budaya yang sama pada waktu tertentu. Sedangkan mitos adalah cara berfikir budaya mengenai suatu hal termasuk di dalamnya cara mengkonseptualisasikan atau memahami. Biasanya mitos merujuk pada suatu ide yang belum tentu benar.
Barthes mengembangkan penanda (Signifier) dan petanda (Signified), menjadi ekspresi (E) untuk penanda (Signifier) dan isi (C/Contenu) untuk petanda (Signified). Namun, Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) sehingga membentuk tanda (Sn). Ia mengemukakan konsep tersebut dengan E-R-C. Konsep relasi ini mebuat teori tantang tanda lebih mungkin berkembang karena R ditentukan oleh pemakai tanda (Hoed, 2011:45).
Setiap tanda memperoleh pemaknaan awal yang dikenal secara umum (denotasi) dan oleh Barthes disebut sistem primer, sedangkan segi pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder yang ke arah ekspresinya disebut metabahasa, artinya E dapat berkembang membentuk tanda baru sehingga ada lebih dari satu E untuk C yang sama. Dengan kata lain, suatu tanda mempunyai bentuk banyak dengan makna yang sama. Sedangkan sistem skunder yang ke arah C disebut konotasi, artinya C dapat berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu C untuk E yang sama (Hoed, 2011:13). Dengan kata lain suatu tanda mempunyai banyak makna dengan bentuk yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada bagan di bawah ini :
Gambar 2.1 : Bagan Model Semiotik Barthes

Pada tingkat konotasi ini dapat terlihat bentuk atau struktur tertentu di mana di dalamnya dapat terlihat idiologi tertentu yang dibawa. Komik sebagai sebuah budaya populer mengusung idiologi yang tersembunyi di balik penampakan artistik komik itu sendiri. Sehingga komik merupakan pengartikulasian dari kartunis itu sendiri.


[1] Makalah Seminar Nasional di UIN Syarif Hidayatullah – Jakarta pada Selasa, 22 Oktober 2013 oleh Prof. Dr. Benny H. Hoed, Guru besar Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Indonesia, serta penulis buku “Semiotik dan Dinamika Sosial budaya”, dengan judul makalah “Semiotik dan Budaya” Adapun tema seminar itu antara lain “Antara Budaya Islam : Kearaban dan Keindonesiaan” 


Sumber :
Abrar, Ana Nadhya. 2005. Terampil Menulis Proposal Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ali, Yusnan. 2004. Penggambaran Reformasi 1998 dalam Komik. Skripsi. FISIP. UI.
Alwasilah, A. Chaedar. 2011. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Bonneff, Marscel. 1976. Les Bandes Dessinees Indonesianes, diterjemahkan oleh Hidayat, Rahayu S. 1996. Komik Indonesia. Jakarta : -
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Hehahia, Pieter Levianus, dkk. 2008. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Tangerang : Scientific Press.
Hoed, Beny H. 2011. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta : Komunitas Bambu.
_____________. 2013. Semiotika dan Budaya. Seminar. UIN JAKARTA.
Intan, Noor. 1998. Perkembangan Komik Indonesia Tahun 1990-an. Skripsi. FIB. UI.
Istanto, Freddy H. 2005. Rajutan Semiotika untuk Sebuah Iklan Studi Kasus Iklan Long Beac. Jurnal. Fakultas Seni dan Desain. Universitas Kristen Petra.
Janah, Amaliyatul. 2007. Citra Perempuan dalam Iklan Radiio Analisis Iklan Serongpas Ginseng Pasama. Skripsi. Fakultas Dakwah. UIN Sunan Kalijaga.
Karlina, Frisanti. 2005. Representasi Penggambaran Isu-isu Politik Selama Pilpres 2004. Skripsi. FISIP. UI.
Kurniawan. 2001. Semiologi Rolland Barthes. Magelang : Indonesia Tera.
Lubis, A. Hamid Hasan. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa.
Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan. Bandung : Angkasa.
Maesaroh, Siti. 2012. Pesan Moral dalam Novel Aborsi Atas Nama Kehormatan Karya Idayu Kristanti Analisis Struktural Semiotik. Skripsi. FS. Unpam.
Munaf, Yarni, dkk. 2001. Kajian Semiotik dan Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional Kepulauan Mentawai. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Nasution, S dan M. Thomas. 2011. Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Angkasa.
Noor, Ridyanto. 2001. Pengantar Kajian Sastra. Semarang : Fasindo.
Pari, Fariz. 1994. Epistemologi Semiotik Pierce (Kajian dan Terapan Teori Semiotik). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Prodi Ilmu Filsafat. UI.
Pateda, Mansoer. 2011. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung : Angkasa.
Piliang, Yasraf Amir. Cetakan ke-10 : 2010. Hiper Semiotika : Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta : Jalasutra.
Puspitasari, Dian Asri. 2013. Humor Dalam Kumpulan Buku Kartun “Benny &Mice” Suatu Kajian Pragmatik. Skripsi. FIB. UNDIP.
Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Penyusuna Proposal Penelitian. Bandung : Alfabetha.
Saussure, Ferdinand de. 1993. Pengantar Linguistik Umum, terjemahan dari buku“Cours de Linguistic Generale”. Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Severin, Werner J dkk. Edisi ke-5 : 2011. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, & Terapan di dalam Media Massa. Jakarta : Kencana.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Solehudin. 2009. Handout Sosiolinguistik. Modul. FPBS. UPI.
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sunardi, Sutan. 2002. Semiotika negativa. Yogyakarta : Kanal.
Surono, Redyanto Noor, M. Muzakka, dan Suyanto. 2009. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Semarang : Fasindo.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Pers.
Wijana. 2004. Kartun : Studi Tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: Ombak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar