Kamis, 12 Juni 2014

Pemahaman Tindak Ujar dalam Pragmalinguistik



Linguistik atau ilmu bahasa adalah disiplin ilmu yang mempelajari bahasa secara luas dan umum (Soeparno, 2002:21). Sedangkan menurut Solehudin, linguistik atau studi bahasa merupakan sebuah bidang studi yang bersifat multi-disipliner. Di samping kedudukannya sebagai disiplin ilmu itu sendiri, linguistik juga melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang lain, seperti psikologi, sosiologi, semiotik dsb. (Solehudin, 2009:1). Sedangkan kata linguistik berpadanan kata dengan Bahasa Inggris, Linguistics; diturunkan dari Bahasa Latin, Lingua yang berarti Bahasa (Chaer, 2007:2).
Fungsi bahasa salahsatunya adalah sebagai media komunikasi antarmanusia. Adapun fungsi bahasa menurut Halliday (Tarigan, 1984:5-7) yaitu :
1.      Fungsi Instrumental, yakni melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Contoh :
-          Guru kelas melihat dengan mata kepala bahwa kamu tidak ikut memukul anak itu.
-          Lekas, lari ke rumah!
-          Jangan suka mencaci dan memfitnah orang lain.
Beberapa contoh pada kalimat di atas mengandung fungsi instrumental. Kalimat-kalimat tersebut merupakan tindakan-tindakan komunikatf yang menghasilkan kondisi tertentu.
2.      Fungsi Regulasi, yakni bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa. Terkadang fungsi regulasi ini sukar dibedakan dari fungsi instrumental. Fungsi regulasi atau fungsi pengaturan ini bertindak untuk mengatur dan mengendalikan orang lain. Demikian lah, pengaturan pertemuan-pertemuan antara orang-orang – persetujuan, celaan, ketidaksetujuan pengawan tingkah laku, menetapkan peraturan dan hukum, merupakan ciri utama regulasi bahasa. Kalau saya berkata :“Kamu mencuri, karena itu kamu dihukum mati!” maka fungsi bahasa di sini adalah fungsi instrumental. Sedangkan kalimat :“Kalau kamu mencuri, maka kamu pasti dihukum!” mengandung fungsi regulasi, fungsi pengaturan.
3.      Fungsi Representasional, yakni penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan, dengan perkataan lain “Menggambarkan” realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang. Contoh :
-          Matahari panas.
-          Anak itu tergilas kereta api sampai tubuhnya putus.
4.      Fungsi Interaksional, yakni bertugas untuk menjamin dan memantapkan ketahanan serta kelangsungan komunikasi sosial. Keberhasilan komunikasi interaksional ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai logat (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat (folklore), adat-istiadat dan budaya setempat, tata krama pergaulan, dsb.
5.      Fungsi Personal, yakni memberi kesempatan kepada seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Kepribadian seseorang biasanya ditandai dengan penggunaan fungsi personal bahasanya dalam berkomunikasi. Dalam hakikat personal bahasa ini jelas bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya turut sama-sama berinteraksi dengan cara-cara yang belum diselidiki secara mendalam.
6.      Fungsi Heuristik yakni melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi ini seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menutut jawaban. Secara khusus anak-anak memanfaatkan penggunaan fungsi ini dalam aneka pertanyaan “Mengapa?” yang tidak putus-putusnya mengenai dunia seklilingnya. Penyelidikan, rasa ingin tahu, merupakan suatu metode heuristik untuk memperoleh representasi-representasi relitas dari orang lain.
7.      Fungsi Imajinatif, yakni melayani penciptaan sistem atau gagasan imajinasi. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, membaca lelucon, atau menulis novel merupakan praktik penggunaan fungsi imajinatif bahasa. Melalui dimensi-dimensi imajinatif bahasa, kita bebas bertualang ke seberang dunia nyata untuk menjelajahi  puncak-puncak keluhuran dan keindahan bahasa itu sendiri, serta melalui bahasa kita dapat menciptakan mimpi-mimpi  yang mustahil kalau memang yang kita inginkan seperti itu.
Perlu kita perhatikan bahwa ketujuh fungsi bahasa tersebut saling mengisi dan menunjang satu sama lain, bukan saling membedakan 
Menurut Hoed, ruang lingkup lingistik secara garis besar meliputi dua lingkup, yaitu lingkup mikrolinguistik dan lingkup makrolinguistik. Mikrolinguistik adalah lingkup linguistik yang mempelajari bahasa dalam rangka kepantingan ilmu bahasa itu sendiri tanpa mengaitkan dengan ilmu lain dan tanpa memikirkan bagaimana penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Soeparno, 2002:21-22). Adapun mikrolinguistik ini meliputi :
1.      Teori Linguistik, terdiri atas teori tradisional, teori struktural, teori transformasi, teori tagmemik.
2.      Linguistik Historis/Historis Komparatif.
3.      Perbandingan Bahasa (Linguistik Komparatif dan Linguistik Kontrastif).
4.      Deskripsi Bahasa, terdiri atas fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, semantik, morfosintaksis dan leksikologi.
Sedangkan makrolinguistik adalah lingkup linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan dunia di luar bahasa yang berhubungan dengan ilmu lain dan bagaimana penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari (Soeparno, 2002: 22-23). Adapun makrolinguistik meliputi :
1.  Linguistik Interdisipliner, yakni meliputi fonetik interdisipliner, sosiolinguistik, psikolinguistik, etnolinguistik, antropolinguistik, filologi, stilistik, semiotik, epigrafi, paleografi, etologi, etimologi, dialektologi, dsb.
2.     Bidang Linguistik Terapan, yakni meliputi subdisiplin antara lain fonetik terapan, perencanaan bahasa, pembinaan bahasa, pengajaran bahasa, penerjemahan, grafonomi/ortografi, grafologi, leksikografi, mekanolinguistik, medikolinguistik, sosiolinguistik terapan (pragmatik).

Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “Ekstralingual” yang dibicarakan (Verhaar, 1996:14).
Menurut Morris, pragmatik adalah telaah mengenai “Hubungan tanda-tanda dengan para penafsir”. Sedangkan menurut George, pragmatik adalah telaah mengenai keseluruhan perilaku insan terutama dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Menurut Levinson, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pengguna bahasa menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat atau konteks-konteks secara tepat. Dan dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah telaah makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran (Tarigan, 1984:30-32).
Secara umum, pragmatik dibagi menjadi dua yakni pragmalinguistik dan sosiopragmatik. Pragmalinguistik adalah telaah mengenai kondisi umum penggunaan komunikasi bahasa. Pragmalinguistik dapat diterapkan pada telaah pragmatik yang tujuannya mengarah pada tujuan linguistik, di mana kita mempertimbangkan sumber-sumber khusus yang disediakan oleh suatu bahasa terbentuk untuk menyampaikan ilokusi-ilokusi tertentu. Pragmalinguistik mempunyai hubungan erat dengan tata bahasa. Sedangkan sosiopragmatik merupakan telaah mengenai kondisi setempat atau kondisi-kondisi lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat lebih khusus terlihat bahwa prinsip koperatif atau prinsip kerja sama dan prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda atau aneka masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi sosial dan kelas sosial yang berbeda-beda, dsb. Dengan kata lain sosiopragmatik merupakan tapal batas sosiologis pragmatik. Jadi jelas betapa erat hubungan antara sosiopragmatik dengan sosiologis (Tarigan, 1984:25).
Menurut Tarigan dalam pragmatik terdapat 5 aspek situasi ujaran, yakni pembicara-penyimak, konteks ujaran, tujuan ujaran, tindak ilokusi dan ucapan. Prinsip konvensasi dalam pragmatik mencakup prinsip kerja sama dan prinsip sopan-santun. Prinsip kerja sama mencakup maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relasi dan maksim cara. Sedangkan dalam prinsip sopan santun mencakup maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim pemufakatan, dan maksim simpati.
Jenis tindak ujar menurut Austin terdiri atas tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi (Tarigan, 1984:34-38). Tindak lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusi bisa dikatakan sebagai ujaran dengan makna sebenarnya dalam konteks kalimat, contoh :“Jam Sembilan malam”, memiliki arti penutur menginformasikan kepada lawan tutur bahwa saat itu jam menunjukan benar pukul sembilan malam. Tindak ilokusi adalah melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu. Ilokusi ini berbeda dengan tindak lokusi karena tuturan ilokusi mengandung makna lain dari apa yang dituturkannya, contoh :“Jam Sembilan malam”, memiliki arti bahwa penutur tidak hanya menginformasikan kepada lawan tutur bahwa saat itu pukul sembilan malam, namun memiliki tujuan lain, seperti mengingatkan lawan tutur bahwa pada pukul sembilan malam ada pertandingan sepak bola di televisi, dengan tujuan memerintahkan lawan tutur untuk menyalakan televisi. Sedangkan tindak perlokusi adalah melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu. Tindak perlokusi hampir mirip dengan tindak ilokusi, hanya saja dalam tindak perlokusi, makna ujaran yang dituturkan oleh penutur memiliki efek psikilogis terhadap lawan tutur seperti rasa takut, contoh :“Jam Sembilan malam”. Penutur menuturkannya agar lawan tutur segera pulang, karena kalau tidak pulang akan ada bahaya yang menimpa lawan tutur.
Tindak ilokusi menurut Tarigan (1984:40-41) memiliki beraneka ragam fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat, fungsi ilokusi dibagi atas :
1.      Kompetitif, yaitu tujuan ilokusi bersaing dengan tindak sosial seperti memerintah, meminta dsb.
2.      Konvivial, yaitu tujuan ilokusi bersamaan dengan tujuan sosial seperti menyapa, mengundang dsb.
3.      Kolaboratif, yaitu tujuan ilokusi tidak mengacuhkan tujuan sosial seperti menuntut, memaksa dsb.
4.      Konfliktif, yaitu tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial seperti mengancam, mencerca dsb.

J.R. Searle dalam Tarigan (1984:42-43) melakukan pembagian tindak ilokusi berdasarkan kriteria yang terdiri atas :
1. Asertif, yaitu melibatkan penutur pada kebenaran preposisi yang diekspresikan, seperti menyatakan, memberitahukan, dsb.
2.   Direktif, yaitu mengharapkan lawan tutur melakukan sesuatu, seperti memerintahkan, memohon, dsb.
3. Komisif, yaitu melibatkan penutur bertindak di masa yang akan datang, seperti menjanjikan, menawarkan, dsb.
4. Ekspresif, yaitu menyatakan ekspresi psikologis, seperti mengucapkan terima kasih, berbelasungkawa, dsb.
5.  Deklaratif, yaitu adanya hak dan kewajiban untuk melakukan sesuatu, seperti hakim yang memvonis, pendeta yang membaptis, dsb.


Sumber :

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa.
___­­­­_______________. 1984. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa.

               Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta : Tiara Wacana.
               Solehudin. 2009. Handout Sosiolinguistik. Modul. FPBS. UPI.
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar