A. Pengantar
Mahabharata (Sanskerta:
महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh
Begawan Byasa
atau Vyasa dari India.
Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa
(asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah
ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula
terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat, Mahabharata
menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa,
mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina.
Puncaknya adalah perang
Bharatayuddha
di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
B.
Pengaruh dalam budaya
Selain berisi cerita kepahlawanan (wiracarita),
Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi
dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap
suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa
Sanskerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama
mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara.
Di Indonesia,
salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa,
Wirataparwa,
Bhismaparwa
dan mungkin juga beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk
prosa
bahasa Kawi
(Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja
Dharmawangsa Teguh
(991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa ini dikenal juga
sebagai sastra parwa.
Yang terlebih populer dalam masa-masa
kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk kakawin,
yakni puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal
ialah kakawin Arjunawiwaha (Arjunawiwāha,
perkawinan Arjuna) gubahan mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini
(Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga
dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya sastra lain yang juga terkenal
adalah Kakawin Bharatayuddha, yang digubah oleh
mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini
dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa
pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh juga menulis
kakawin Hariwangśa pada masa Jayabaya, dan
diperkirakan pula menggubah Gaţotkacāśraya
pada masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.
Beberapa kakawin lain turunan
Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Kŗşņāyana (karya mpu Triguna) dan Bhomāntaka (pengarang tak dikenal) keduanya
dari zaman kerajaan Kediri, dan Pārthayajña (mpu Tanakung) di akhir zaman
Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut
juga diketahui tersimpan di Bali.
Di samping itu, mahakarya sastra
tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya
dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni
ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni
pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang.
Di dalam masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula
oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa
modern pada sekitar abad ke-18.
Dalam dunia sastera popular Indonesia, cerita Mahabharata
juga disajikan melalui bentuk komik yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam.
Salah satu yang terkenal adalah karya dari R.A. Kosasih.
C.
Versi-versi Mahabharata
Di India ditemukan dua versi utama
Mahabharata dalam bahasa Sanskerta yang agak berbeda satu sama lain. Kedua
versi ini disebut dengan istilah "Versi Utara" dan "Versi
Selatan". Biasanya versi utara dianggap lebih dekat dengan versi yang
tertua. Di
Indonesia sendiri juga terdapat beragam versi mengenai cerita Mahabharata. Itu
semua tergantung dari daerah dan dalang yang membawakan cerita.
D.
Daftar kitab
Mahābhārata merupakan kisah epik yang
terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut Astadasaparwa.
Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah Mahābhārata, yakni
semenjak kisah para leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati, Yadu, Puru,
Kuru, Duswanta,
Sakuntala,
Bharata)
sampai kisah diterimanya Pandawa di surga.
1. Adiparwa Kitab
Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya
kisah pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan
Dhomya yang menguji ketiga
muridnya, kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa
kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa
Hidimba
di tangan Bhimasena,
dan kisah Arjuna
mendapatkan Dropadi.
2. Sabhaparwa Kitab
Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana.
Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa
sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12
tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
3. Wanaparwa Kitab
Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan.
Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang
bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut
menjadi bahan cerita Arjunawiwaha
4. Wirataparwa
Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan
Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira
menyamar sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai
guru tari, Nakula
sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi
sebagai penata rias.
5. Udyogaparwa
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata
(Bharatayuddha).
Kresna
yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa
dan Korawa
mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha,
dan hampir seluruh Kerajaan India Kuno terbagi menjadi dua
kelompok.
6. Bhismaparwa
Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di
Kurukshetra.
Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjuna
menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga
diceritakan gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha
Arjuna yang dibantu oleh Srikandi.
7.
Dronaparwa
Kitab Dronaparwa menceritakan kisah
pengangkatan Bagawan Drona
sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira,
namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna
ketika ia sedang tertunduk lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian
anaknya, Aswatama.
Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu
dan Gatotkaca.
8. Karnaparwa Kitab
Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima
perang oleh Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang
lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana
oleh Bhima.
Salya
menjadi kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka.
Akhirnya, Karna gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati
pada hari ke-17
9. Salyaparwa Kitab
Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima
perang Korawa
pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah
ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana
menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa.
Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk
berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia
sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima.
10. Sauptikaparwa
Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara
Pandawa. Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma
menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para
Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia
disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna.
Byasa dan Kresna
dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali perbuatannya
dan menjadi pertapa.
11. Striparwa Kitab
Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami
mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi
mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu
pula Dewi Kunti
menceritakan kelahiran Karna yang menjadi rahasia pribadinya.
12. Santiparwa Kitab
Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh
saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh
Rsi Byasa
dan Sri Kresna.
Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
13. Anusasanaparwa Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira
kepada Resi Bhisma
untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang
berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma
meninggalkan dunia dengan tenang.
14. Aswamedhikaparwa Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira.
Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan
para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit
yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun
dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
15. Asramawasikaparwa Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra,
Gandari,
Kunti,
Widura,
dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk
meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira.
Akhirnya Resi Narada
datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api
sucinya sendiri.
16. Mosalaparwa Kitab
Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri
Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna
mengunjungi Dwarawati dan mendapati
bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa
dan Dropadi
menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
17. Mahaprastanikaparwa Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan
Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung Himalaya,
sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit,
cucu Arjuna.
Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal
dalam perjalanan.
18. Swargarohanaparwa Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira
yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam
perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak
masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing
menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.