Semiotik
adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan hubungannya. Kata semiotika
berasal dari bahasa Yunani, Semeion
yang berarti tanda (Pari, 1994:25; Noor, 2004:83). Menurut Munaf, Semiotik
adalah pengetahuan tentang tanda. Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari
tanda-tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Semiotik adalah cabang
ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda
(Noor, 2005:83). Semiotik adalah ilmu yang khusus mempelajari tentang tanda. Semiotik
adalah teori yang berasal dari teori bahasa, namun memiliki keandalan sebagai
metode analisis untuk mengkaji tanda (Istanto, 2005:113). Menurut Zoest semiotik
adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Istanto, 2005:114). Sedangkan
menurut Piliang, semiotik adalah ilmu tentang tanda dan kode-kodenya serta
penggunaannya dalam masyarakat (Piliang, 2010:21). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa semiotik adalah ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda dan penggunaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Menurut
Pierce, apapun dapat menjadi tanda. Tidak hanya benda fisik, pemikiran pun
dapat menjadi tanda. Apapun dapat menjadi tanda jika berfungsi sebagai tanda
(dalam konteks pasti) yang merepresentasikan objek dan menentukan interpretan.
Objek yang sama dapat berfungsi menjadi tanda yang berbeda, karena suatu objek
dapat diidentifikasikan bermakna (berarti) menurut fungsi pengertiannya atau
sesuai dengan konteksnya. Objek dikatakan berfungsi sebagai tanda, dapat
dilihat dalam dua hal yaitu :
1.
Objek yang pada waktu dan tempat, secara aktual
berfungsi sebagai tanda (dalam konteksnya).
2.
Objek secara khusus berfungsi sebagai tanda (dalam
konteksnya).
Sedangkan
menurut John Fiske, terdapat tiga hal penting dalam memahami semiotik, yaitu :
1.
Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam
tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya
dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa
dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya.
2.
Kode atau sistem di mana lambang-lambang disusun. Studi
ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan
dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan.
3.
Kebudayaan di mana kode lambang itu beroperasi.
Dalam semiotik, tokoh yang
terkenal antara lain Charles Sanders Pierce dan Ferdinand de Saussure. Mereka
berdua dikenal sebagai bapak semiotik modern. Ferdinand de Saussure adalah ahli
linguistik modern. Dasar pemikiran Saussure mengenai semiotik adalah bahwa
bahasa harus dipelajari sebagai suatu sistem tanda tetapi bahasa bukan
merupakan satu-satunya tanda. Atas dasar itu, Sasussure menyatakan bahwa ilmu
bahasa sebagai studi tentang jenis tanda mendapat tempat di dalam ilmu tanda
(Noor, 2005:83). Menurutnya Semiotik merupakan ilmu yang mengkaji kehidupan
tanda-tanda dalam masyarakat[1]. Saussure
mengenalkan teori semiotiknya dengan istilah semiologi, sedangkan Peirce
mengenalkan teori semiotiknya dengan istilah semiotik.
Charles
Sanders Peirce dalam Istanto (2005:114), ahli filsafat dan tokoh terkemuka
dalam semiotik modern Amerika, menegaskan bahwa manusia hanya dapat berfikir
dengan sarana tanda, manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda, karena
manusia itu sendiri adalah Homo
Semioticus (Munaf,2001:67). Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa
berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar rupa
seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda
yang bersifat verbal adalah obyek-obyek yang dilukiskan, seperti obyek manusia,
binatang, alam, imajinasi atau hal-hal lain yang bersifat abstrak lainnya.
Pierce memusatkan perhatiannya pada berfungsinya tanda secara umum. Meskipun ia
memberi tempat yang penting bagi tanda-tanda linguistik tapi ia tidak
mengutamakannya. Hal yang berlaku bagi tanda pada umumnya berlaku pula bagi
tanda linguistik dan tidak sebaliknya (Sudjiman, 1992:1-2). Bagi Pierce, tanda
mempunyai sifat representatif (Denotatum),
sifat interpretatif (Interpretant)
dan tanda yang menopang tanda (Ground).
Hubungan antara tanda dan acuannya (Denotatum)
dapat dibedakan atas ikon (kemiripan
:foto, patung), indeks (kedekatan,
eksistensi) dan simbol (konvensi).
Setiap interpretant selalu menjadi
tanda baru sehingga terjadi rangkaian tanda secara terus menerus (Noor,
2004:82-83). Simbol dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang membawa arti
tertentu yang dikenal oleh setiap individu yang memiliki budaya/tatanan ide
yang sama. Menurutnya Semiotik adalah ilmu, bagian dari logika yang mengkaji
tanda-tanda dalam kehidupan manusia dan alam.
Menurut Pierce (Pari, 1994:26),
fungsi semiotik adalah menjadikan kita lebih menyadari apa-apa yang kita dan
orang lain percayai, tentang suatu “Kebiasaan” dan “Kepercayaan” yang mendasari
pemikiran dan perilaku manusia, karena tidak percaya segala sesuatu tetapi
seringkali kita sangat tidak menyadari hal tersebut.
Saussure memilah tanda (Sign) menjadi dua elemen yaitu antara
penanda (Signifier) dengan petanda (yang
ditandai atau signified). Signifier adalah bunyi yang bermakna
atau coretan yang bermakna material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang
ditulis atau dibaca (suara, bunyi, huruf, bentuk, gambar atau gerak). Signified adalah gambaran mental, yakni
pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa.
Menurut Hoed, semiotik memiliki
dua aliran yaitu, Semiotika Struktural dan Semiotika Pragmatik. Semiotika
Struktural yaitu semiotik yang dibawa oleh Saussure (semiologi), yakni semiotik
terdiri atas penanda dan petanda seperti yang diterangkan di atas
atau yang lebih dikenal dengan istilah Diadik. Sedangkan Semiotika Pragmatik
dibawa oleh Pierce, di mana ia mengemukakan bahwa tanda adalah hasil proses
semiosis; proses kognitif. Baginya Suatu tanda mewakili sesuatu yang lain.
Semiotik Roland Barthes
Roland
Barthes merupakan seorang tokoh filsuf, tokoh kritikus sastra dan pemikir
strukturalis serta Semiolog Prancis yang paling eskplisit meneruskan semiologi
Ferdinand de Saussure. Ia mengembangkan teori penanda (Signifier) dan petanda (Signified)
menjadi lebih dinamis. Ia merupakan tokoh yang memainkan peranan sentral dalam
strukturalisme tahun 1960-an dan 1970-an (Sobur, 2004 : 63).
Menurut Barthes, sebuah tanda
tidak berhenti pada dua elemen pembentuknya saja, yakni Signifier dan Signified.
Elaborasi lebih lanjut dari dua elemen tanda model Saussure dilakukan oleh
Barthes ke dalam dua tingkatan Signification.
Tingkatan pertama adalah hubungan antara Signifier
dan Signified itu sendiri terhadap
relasinya, disebut denotasi atau makna sebenarnya. Tingkatan kedua adalah
konotasi dan mitos. Kedua elemen pada tingkatan kedua tersebut dipengaruhi oleh
interpretasi budaya, sehingga konteks di mana tanda tersebut dilahirkan berguna
dalam melihat tingkatan yang kedua. Bentuk pertama tingkatan kedua adalah
konotatif. Konotatif adalah makna yang hanya dapat dipahami oleh suatu
masyarakat dengan budaya yang sama pada waktu tertentu. Sedangkan mitos adalah
cara berfikir budaya mengenai suatu hal termasuk di dalamnya cara
mengkonseptualisasikan atau memahami. Biasanya mitos merujuk pada suatu ide
yang belum tentu benar.
Barthes mengembangkan penanda (Signifier) dan petanda (Signified), menjadi ekspresi (E) untuk
penanda (Signifier) dan isi (C/Contenu) untuk petanda (Signified). Namun, Barthes mengatakan
bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) sehingga membentuk tanda (Sn). Ia
mengemukakan konsep tersebut dengan E-R-C. Konsep relasi ini mebuat teori
tantang tanda lebih mungkin berkembang karena R ditentukan oleh pemakai tanda
(Hoed, 2011:45).
Setiap tanda memperoleh
pemaknaan awal yang dikenal secara umum (denotasi) dan oleh Barthes disebut
sistem primer, sedangkan segi pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem
sekunder yang ke arah ekspresinya disebut metabahasa, artinya E dapat
berkembang membentuk tanda baru sehingga ada lebih dari satu E untuk C yang
sama. Dengan kata lain, suatu tanda mempunyai bentuk banyak dengan makna yang
sama. Sedangkan sistem skunder yang ke arah C disebut konotasi, artinya C dapat
berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu C untuk E yang
sama (Hoed, 2011:13). Dengan kata lain suatu tanda mempunyai banyak makna
dengan bentuk yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada bagan di
bawah ini :
Gambar 2.1 : Bagan Model Semiotik
Barthes
Pada tingkat konotasi ini dapat
terlihat bentuk atau struktur tertentu di mana di dalamnya dapat terlihat idiologi
tertentu yang dibawa. Komik sebagai sebuah budaya populer mengusung idiologi
yang tersembunyi di balik penampakan artistik komik itu sendiri. Sehingga komik
merupakan pengartikulasian dari kartunis itu sendiri.
[1]
Makalah Seminar Nasional di UIN Syarif Hidayatullah – Jakarta pada Selasa, 22
Oktober 2013 oleh Prof. Dr. Benny H. Hoed, Guru besar Fakultas Ilmu Budaya –
Universitas Indonesia, serta penulis buku “Semiotik dan Dinamika Sosial
budaya”, dengan judul makalah “Semiotik dan Budaya” Adapun tema seminar itu
antara lain “Antara Budaya Islam : Kearaban dan Keindonesiaan”
Sumber :
Abrar,
Ana Nadhya. 2005. Terampil Menulis
Proposal Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ali,
Yusnan. 2004. Penggambaran Reformasi 1998
dalam Komik. Skripsi. FISIP. UI.
Alwasilah, A. Chaedar. 2011. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung :
Angkasa.
Arikunto,
Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Bonneff,
Marscel. 1976. Les Bandes Dessinees
Indonesianes, diterjemahkan oleh Hidayat, Rahayu S. 1996. Komik Indonesia. Jakarta : -
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Hehahia,
Pieter Levianus, dkk. 2008. Kamus Praktis
Bahasa Indonesia. Tangerang : Scientific Press.
Hoed,
Beny H. 2011. Semiotika dan Dinamika
Sosial Budaya. Jakarta : Komunitas Bambu.
_____________.
2013. Semiotika dan Budaya. Seminar. UIN
JAKARTA.
Intan,
Noor. 1998. Perkembangan Komik Indonesia
Tahun 1990-an. Skripsi. FIB. UI.
Istanto,
Freddy H. 2005. Rajutan Semiotika untuk
Sebuah Iklan Studi Kasus Iklan Long Beac. Jurnal. Fakultas Seni dan Desain. Universitas Kristen Petra.
Janah,
Amaliyatul. 2007. Citra Perempuan dalam
Iklan Radiio Analisis Iklan Serongpas Ginseng Pasama. Skripsi. Fakultas
Dakwah. UIN Sunan Kalijaga.
Karlina,
Frisanti. 2005. Representasi Penggambaran
Isu-isu Politik Selama Pilpres 2004. Skripsi. FISIP. UI.
Kurniawan. 2001. Semiologi Rolland Barthes. Magelang :
Indonesia Tera.
Lubis, A. Hamid Hasan. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung :
Angkasa.
Madya,
Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik
Penelitian Tindakan. Bandung : Angkasa.
Maesaroh,
Siti. 2012. Pesan Moral dalam Novel
Aborsi Atas Nama Kehormatan Karya Idayu Kristanti Analisis Struktural Semiotik.
Skripsi. FS. Unpam.
Munaf,
Yarni, dkk. 2001. Kajian Semiotik dan
Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional Kepulauan Mentawai. Jakarta
: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Nasution,
S dan M. Thomas. 2011. Buku Penuntun
Membuat Tesis Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Angkasa.
Noor, Ridyanto. 2001. Pengantar Kajian Sastra. Semarang :
Fasindo.
Pari,
Fariz. 1994. Epistemologi Semiotik Pierce
(Kajian dan Terapan Teori Semiotik). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Prodi
Ilmu Filsafat. UI.
Pateda, Mansoer. 2011. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung :
Angkasa.
Piliang,
Yasraf Amir. Cetakan ke-10 : 2010. Hiper
Semiotika : Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta : Jalasutra.
Puspitasari,
Dian Asri. 2013. Humor Dalam Kumpulan
Buku Kartun “Benny &Mice” Suatu Kajian Pragmatik. Skripsi. FIB. UNDIP.
Riduwan.
2010. Metode dan Teknik Penyusuna
Proposal Penelitian. Bandung : Alfabetha.
Saussure,
Ferdinand de. 1993. Pengantar Linguistik
Umum, terjemahan dari buku“Cours de
Linguistic Generale”. Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Severin,
Werner J dkk. Edisi ke-5 : 2011. Teori
Komunikasi : Sejarah, Metode, & Terapan di dalam Media Massa. Jakarta :
Kencana.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung :
Rosdakarya.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta
: Tiara Wacana.
Solehudin. 2009. Handout Sosiolinguistik. Modul. FPBS. UPI.
Sudjiman,
Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-serbi
Semiotika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sunardi, Sutan. 2002. Semiotika negativa. Yogyakarta : Kanal.
Surono,
Redyanto Noor, M. Muzakka, dan Suyanto. 2009. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Semarang : Fasindo.
Verhaar,
J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Pers.
Wijana. 2004. Kartun : Studi Tentang Permainan
Bahasa. Yogyakarta: Ombak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar