Linguistik
atau ilmu bahasa adalah disiplin ilmu yang mempelajari bahasa secara luas dan
umum (Soeparno, 2002:21). Sedangkan menurut Solehudin, linguistik atau studi
bahasa merupakan sebuah bidang studi yang bersifat multi-disipliner. Di samping
kedudukannya sebagai disiplin ilmu itu sendiri, linguistik juga melibatkan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang lain, seperti psikologi, sosiologi, semiotik
dsb. (Solehudin, 2009:1). Sedangkan kata linguistik berpadanan kata dengan
Bahasa Inggris, Linguistics;
diturunkan dari Bahasa Latin, Lingua
yang berarti Bahasa (Chaer, 2007:2).
Fungsi
bahasa salahsatunya adalah sebagai media komunikasi antarmanusia. Adapun fungsi
bahasa menurut Halliday (Tarigan, 1984:5-7) yaitu :
1.
Fungsi Instrumental, yakni melayani pengelolaan
lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Contoh :
-
Guru kelas
melihat dengan mata kepala bahwa kamu tidak ikut memukul anak itu.
-
Lekas, lari ke
rumah!
-
Jangan suka
mencaci dan memfitnah orang lain.
Beberapa
contoh pada kalimat di atas mengandung fungsi instrumental. Kalimat-kalimat
tersebut merupakan tindakan-tindakan komunikatf yang menghasilkan kondisi
tertentu.
2.
Fungsi Regulasi, yakni bertindak untuk mengawasi serta
mengendalikan peristiwa-peristiwa. Terkadang fungsi regulasi ini sukar
dibedakan dari fungsi instrumental. Fungsi regulasi atau fungsi pengaturan ini
bertindak untuk mengatur dan mengendalikan orang lain. Demikian lah, pengaturan
pertemuan-pertemuan antara orang-orang – persetujuan, celaan, ketidaksetujuan
pengawan tingkah laku, menetapkan peraturan dan hukum, merupakan ciri utama
regulasi bahasa. Kalau saya berkata :“Kamu
mencuri, karena itu kamu dihukum mati!” maka fungsi bahasa di sini adalah
fungsi instrumental. Sedangkan kalimat :“Kalau
kamu mencuri, maka kamu pasti dihukum!” mengandung fungsi regulasi, fungsi
pengaturan.
3.
Fungsi Representasional, yakni penggunaan bahasa untuk
membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan,
menjelaskan atau melaporkan, dengan perkataan lain “Menggambarkan” realitas
yang sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang. Contoh :
-
Matahari panas.
-
Anak itu tergilas
kereta api sampai tubuhnya putus.
4.
Fungsi Interaksional, yakni bertugas untuk menjamin dan
memantapkan ketahanan serta kelangsungan komunikasi sosial. Keberhasilan
komunikasi interaksional ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai logat
(slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat (folklore), adat-istiadat
dan budaya setempat, tata krama pergaulan, dsb.
5.
Fungsi Personal, yakni memberi kesempatan kepada
seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta
reaksi-reaksinya yang mendalam. Kepribadian seseorang biasanya ditandai dengan
penggunaan fungsi personal bahasanya dalam berkomunikasi. Dalam hakikat
personal bahasa ini jelas bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya turut sama-sama
berinteraksi dengan cara-cara yang belum diselidiki secara mendalam.
6.
Fungsi Heuristik yakni melibatkan penggunaan bahasa
untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mempelajari seluk-beluk lingkungan.
Fungsi ini seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
menutut jawaban. Secara khusus anak-anak memanfaatkan penggunaan fungsi ini
dalam aneka pertanyaan “Mengapa?” yang tidak putus-putusnya mengenai dunia
seklilingnya. Penyelidikan, rasa ingin tahu, merupakan suatu metode heuristik
untuk memperoleh representasi-representasi relitas dari orang lain.
7.
Fungsi Imajinatif, yakni melayani penciptaan sistem
atau gagasan imajinasi. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, membaca lelucon,
atau menulis novel merupakan praktik penggunaan fungsi imajinatif bahasa.
Melalui dimensi-dimensi imajinatif bahasa, kita bebas bertualang ke seberang
dunia nyata untuk menjelajahi
puncak-puncak keluhuran dan keindahan bahasa itu sendiri, serta melalui
bahasa kita dapat menciptakan mimpi-mimpi
yang mustahil kalau memang yang kita inginkan seperti itu.
Perlu
kita perhatikan bahwa ketujuh fungsi bahasa tersebut saling mengisi dan
menunjang satu sama lain, bukan saling membedakan
Menurut Hoed, ruang lingkup lingistik secara garis besar
meliputi dua lingkup, yaitu lingkup mikrolinguistik dan lingkup
makrolinguistik. Mikrolinguistik adalah lingkup linguistik yang mempelajari
bahasa dalam rangka kepantingan ilmu bahasa itu sendiri tanpa mengaitkan dengan
ilmu lain dan tanpa memikirkan bagaimana penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan
sehari-hari (Soeparno, 2002:21-22). Adapun mikrolinguistik ini meliputi :
1.
Teori Linguistik, terdiri atas teori tradisional, teori
struktural, teori transformasi, teori tagmemik.
2.
Linguistik Historis/Historis Komparatif.
3.
Perbandingan Bahasa (Linguistik Komparatif dan
Linguistik Kontrastif).
4.
Deskripsi Bahasa, terdiri atas fonetik, fonemik,
morfologi, sintaksis, semantik, morfosintaksis dan leksikologi.
Sedangkan makrolinguistik adalah lingkup linguistik yang
mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan dunia di luar bahasa yang berhubungan
dengan ilmu lain dan bagaimana penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari
(Soeparno, 2002: 22-23). Adapun makrolinguistik meliputi :
1. Linguistik Interdisipliner, yakni meliputi fonetik
interdisipliner, sosiolinguistik, psikolinguistik, etnolinguistik,
antropolinguistik, filologi, stilistik, semiotik, epigrafi, paleografi,
etologi, etimologi, dialektologi, dsb.
2.
Bidang Linguistik Terapan, yakni meliputi subdisiplin
antara lain fonetik terapan, perencanaan bahasa, pembinaan bahasa, pengajaran bahasa,
penerjemahan, grafonomi/ortografi, grafologi, leksikografi, mekanolinguistik,
medikolinguistik, sosiolinguistik terapan (pragmatik).
Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu
linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda
bahasa pada hal-hal “Ekstralingual” yang dibicarakan (Verhaar, 1996:14).
Menurut Morris, pragmatik
adalah telaah mengenai “Hubungan tanda-tanda dengan para penafsir”. Sedangkan
menurut George, pragmatik adalah telaah mengenai keseluruhan perilaku insan
terutama dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Menurut
Levinson, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pengguna bahasa
menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat atau konteks-konteks secara
tepat. Dan dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah telaah makna dalam
hubungannya dengan aneka situasi ujaran (Tarigan, 1984:30-32).
Secara umum, pragmatik dibagi
menjadi dua yakni pragmalinguistik dan sosiopragmatik. Pragmalinguistik adalah
telaah mengenai kondisi umum penggunaan komunikasi bahasa. Pragmalinguistik
dapat diterapkan pada telaah pragmatik yang tujuannya mengarah pada tujuan
linguistik, di mana kita mempertimbangkan sumber-sumber khusus yang disediakan
oleh suatu bahasa terbentuk untuk menyampaikan ilokusi-ilokusi tertentu. Pragmalinguistik
mempunyai hubungan erat dengan tata bahasa. Sedangkan sosiopragmatik merupakan
telaah mengenai kondisi setempat atau kondisi-kondisi lokal yang lebih khusus
mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat lebih khusus terlihat
bahwa prinsip koperatif atau prinsip kerja sama dan prinsip kesopansantunan
berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda atau aneka
masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi sosial dan kelas sosial yang
berbeda-beda, dsb. Dengan kata lain sosiopragmatik merupakan tapal batas
sosiologis pragmatik. Jadi jelas betapa erat hubungan antara sosiopragmatik
dengan sosiologis (Tarigan, 1984:25).
Menurut Tarigan dalam pragmatik
terdapat 5 aspek situasi ujaran, yakni pembicara-penyimak, konteks ujaran,
tujuan ujaran, tindak ilokusi dan ucapan. Prinsip konvensasi dalam pragmatik
mencakup prinsip kerja sama dan prinsip sopan-santun. Prinsip kerja sama
mencakup maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relasi dan maksim cara.
Sedangkan dalam prinsip sopan santun mencakup maksim kebijaksanaan, maksim
kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim pemufakatan, dan
maksim simpati.
Jenis tindak ujar menurut
Austin terdiri atas tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi
(Tarigan, 1984:34-38). Tindak lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan
sesuatu. Tindak lokusi bisa dikatakan sebagai ujaran dengan makna sebenarnya
dalam konteks kalimat, contoh :“Jam
Sembilan malam”, memiliki arti penutur menginformasikan kepada lawan tutur
bahwa saat itu jam menunjukan benar pukul sembilan malam. Tindak ilokusi adalah
melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu. Ilokusi ini berbeda dengan tindak
lokusi karena tuturan ilokusi mengandung makna lain dari apa yang
dituturkannya, contoh :“Jam Sembilan
malam”, memiliki arti bahwa penutur tidak hanya menginformasikan kepada
lawan tutur bahwa saat itu pukul sembilan malam, namun memiliki tujuan lain,
seperti mengingatkan lawan tutur bahwa pada pukul sembilan malam ada
pertandingan sepak bola di televisi, dengan tujuan memerintahkan lawan tutur
untuk menyalakan televisi. Sedangkan tindak perlokusi adalah melakukan suatu
tindakan dengan menyatakan sesuatu. Tindak perlokusi hampir mirip dengan tindak
ilokusi, hanya saja dalam tindak perlokusi, makna ujaran yang dituturkan oleh
penutur memiliki efek psikilogis terhadap lawan tutur seperti rasa takut,
contoh :“Jam Sembilan malam”. Penutur
menuturkannya agar lawan tutur segera pulang, karena kalau tidak pulang akan
ada bahaya yang menimpa lawan tutur.
Tindak ilokusi menurut Tarigan
(1984:40-41) memiliki beraneka ragam fungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan
memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat, fungsi ilokusi dibagi
atas :
1.
Kompetitif, yaitu tujuan ilokusi bersaing dengan tindak
sosial seperti memerintah, meminta dsb.
2.
Konvivial, yaitu tujuan ilokusi bersamaan dengan tujuan
sosial seperti menyapa, mengundang dsb.
3.
Kolaboratif, yaitu tujuan ilokusi tidak mengacuhkan
tujuan sosial seperti menuntut, memaksa dsb.
4.
Konfliktif, yaitu tujuan ilokusi bertentangan dengan
tujuan sosial seperti mengancam, mencerca dsb.
J.R.
Searle dalam Tarigan (1984:42-43) melakukan pembagian tindak ilokusi
berdasarkan kriteria yang terdiri atas :
1. Asertif, yaitu melibatkan penutur pada kebenaran
preposisi yang diekspresikan, seperti menyatakan, memberitahukan, dsb.
2. Direktif, yaitu mengharapkan lawan tutur melakukan
sesuatu, seperti memerintahkan, memohon, dsb.
3. Komisif, yaitu melibatkan penutur bertindak di masa
yang akan datang, seperti menjanjikan, menawarkan, dsb.
4. Ekspresif, yaitu menyatakan ekspresi psikologis,
seperti mengucapkan terima kasih, berbelasungkawa, dsb.
5.
Deklaratif, yaitu adanya hak dan kewajiban untuk
melakukan sesuatu, seperti hakim yang memvonis, pendeta yang membaptis, dsb.
Sumber :
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa.
__________________. 1984. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta
: Tiara Wacana.
Solehudin. 2009. Handout Sosiolinguistik. Modul. FPBS. UPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar