Parlemen Ukraina kembali baku hantam saat
sidang, alasannya penggunaan bahasa persatuan, Bahasa Ukraina atau Bahasa
Rusia?
Peristiwa
memalukan itu kembali terjadi di salah satu negeri pecahan Uni Soviet, Ukraina.
Alasannya hanya karena pemilihan bahasa persatuan, Bahasa Rusia atau Bahasa
Ukraina. Sebagian kelompok menganggap Bahasa Rusia yang harus digunakan karena
merupakan bahasa lama dan dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Di pihak
lain, katanya, menggunakan Bahasa Rusia merupakan penghianatan terhadap
Ukraina, maka Bahasa Ukraina jauh lebih baik dijadikan Bahasa Nasional Ukraina.
Bukan hanya
di Ukraina, berbagai negara di dunia yang memiliki lebih dari satu suku bangsa
maka akan mempunyai juga berbagai bahasa daerah, pasti akan mengalami hal
serupa. Kita lihat di Singapura, di sana
memiliki bahasa nasional yang lebih dari satu seperti Mandarin, Inggris,
Melayu, dan Tamil. Filipina dengan Bahasa Tagalog dan Bahasa Inggris. Itu semua
karena banyaknya suku bangsa yang menghuni negara tersebut dan mereka ingin
bahasanya diakui. Setiap suku bangsa memiliki bahasa yang masing-masing
berbeda. Jangankan antarsuku bangsa yang jelas-jelas memiliki perbedaan, satu
suku bangsa pun ada yang memiliki bahasa daerah yang berbeda. Itu semua tergantung lokasinya,
seperti Suku Jawa, Jawa, bagian timur berbeda dengan bagian selatan seperti Bahasa
Jawa yang digunakan masyarakat Solo dan Yogyakarta akan berbeda dengan Bahasa
Jawa yang digunakan oleh masyarakat Surabaya ataupun Banyumas.
Bahasa
merupakan lambang atau identitas suatu bangsa dan merupakan bagian dari
kebudayaan suatu daerah. Jika sebuah negara mempunyai suku bangsa lebih dari
satu maka ia pun akan mempunyai bahasa daerah yang lebih dari satu pula. Dan
tak terelakkan lagi, pasti akan ada persaingan, bahasa mana yang akan di pakai
sebagai bahasa nasional. Bagaimana dengan Indonesia?
Di
Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia
atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Jauh lebih
banyak dibandingkan Negara-negara lain di dunia. Mengapa Indonesia hanya mengakui Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan? Apakah dahulu ada protes dari orang Jawa
atau orang Sunda yang merupakan populasi suku bangsa terbesar di Indonesia?
Jika kita belajar tentang sejarah Bahasa Indonesia pasti kita tahu sejerah peresmian
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Budaya
Berbahasa
Semua
orang di dunia heran dengan Indonesia.
Aneh katanya. Negara yang mempunyai lebih dari 300 kelompok etnik atau suku
bangsa di Indonesia
atau tepatnya 1.340 suku bangsa namun hanya menjunjung tinggi satu bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia. Itu karena budaya masyarakat kita dulu yang
mengutamakan persatuan dan kesatuan. Leluhur kita tidak mementingkan golongan
seperti yang kita ketahui sekarang ini. Jika leluhur kita sama seperti kita
sekarang ini, yang lebih mementingkan kelompok, mungkin orang Jawa dan orang
Sunda akan bentrok karena bahasa mereka sangat mendominasi di Tanah Air
dibandingkan yang lain.
Bahasa
Melayu dipilih sebagai bahasa pesatuan Bahasa Indonesia karena di dalamnya
tidak memiliki kasta penggunaan. Seperti Bahasa Jawa yang memiliki tiga tataran
seperti krama inggil, krama madya, dan ngoko. Selain itu Bahasa
Melayu juga mudah dimengerti dan mudah dipelajari. Serta Bahasa Melayu
merupakan bahasa keseharian yang pernah dipakai pada zaman Kerajaan Sriwijaya
dan Majapahit. Namun Bahasa Indonesia yang ada saat ini tidak serta merta
mengadopsi dari Bahasa Melayu saja, melainkan banyak pula penambahan dari
bahasa asing sehingga jika kita bandingkan Bahasa Malaysia yang sama-sama dari
Bahasa Melayu memiliki perbedaan yang sangat mencolok.
Budaya
orang kita yang tidak percaya diri dalam bertutur kata tidak terjadi saat ini
saja. Dari dulu pun demikian. Tak heran jika di dalam Bahasa Indonesia yang ada
saat ini banyak terdapat kata serapan dari bahasa asing seperti kata kursi,
madrasah, kertas yang diambil dari bahasa Arab. Kata gereja dari
Bahasa Portugis, dsb. Itu semua terjadi karena masyarakat kita dari dulu yang
tak ingin dibilang katrok oleh masyarakat sekitar dan ingin dipandang
hebat. Tak heran jika kata download, update, upload sepuluh tahun yang
akan datang mungkin masuk dan diakui ke dalam Bahasa Indonesia menjadi donlod,
aplod, apdet, dsb.
Budaya
masyarakat kita yang senang menggunakan bahasa asing baik dalam dunia
pendidikan, pergaulan dan juga keseharian membuat kita semakin prihatin. Betapa
tidak? Negara-negara di dunia kagum dengan Bahasa Indonesia karena mampu
mengikat masyarakatnya yang beragam menjadi satu kesatuan yang harmonis tetapi
masyarakatnya malu menggunakan Bahasa Indonesia itu sendiri. Kita ambil contoh,
nama-nama perumahan yang ada sekarang ini lebih banyak menggunakan bahasa asing
seperti Green Lake City,
Diamond Paradise, Bali View, dsb. Dalam
dunia pendidikan juga demikian, kita ambil contoh di sekolah-sekolah yang
mengatasnamakan Sekolah Bertaraf Internasional yang menggunakan bahasa asing
sebagai bahasa pengantar pembelajaran.
Budaya
anak muda sekarang lebih parah lagi, mengacaukan bahasa. Mereka yang disebut
anak lebai (alay). Budaya ingin diperhatikan orang banyak membuat mereka
harus tampil beda, dari segi kelakuan hingga tutur kata. Bahasa yang mereka
gunakan adalah Bahasa Indonesia yang sudah dimodif sedemikian rupa, seperti
kata serius menjadi ciyus, semangat menjadi cemungud,
dsb, akan menjadi apa bahasa kita di kemudian hari?
Kita
sebagai orang Indonesia
asli wajib melanggengkan kemerdekaan yang sudah diwariskan leluhur. Kita wajib
menjaga budaya kita, jangan sampai direbut kembali oleh negara lain. Kita orang
Indonesia
wajib mencintai Budaya dan Bahasa Indonesia. Kalau bukan kita siapa lagi?
Budayakan malu menggunakan bahasa asing. Belajar bahasa asing itu perlu, tapi
untuk mengharumkan nama bangsa di kancah Inetarnasional bukan malah merendahkan
martabat bangsa. Dari Indonesia
untuk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar